REMUNERASI DI LINGKUNGAN POLRI
DALAM MERAIH QUICK WINS


Pada hari Jumat tanggal 30 Januari 2009 bertempat di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta di hadapan Kapolri dan jajaran Pejabat Mabes Polri Presiden SBY memberikan sambutan dalam peluncuran program quickwins yang diprogramkan oleh Bapak Kapolri. Presiden SBY mendukung upaya kepolisian untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan meresmikan program yang bernama quick wins. Namun karena dianggap terlalu susah, presiden SBY meminta agar dicari nama padanan quick wins dalam bahasa Indonesia.

Dalam sambutannya Presiden SBY mengatakan : “Saya mendukung upaya kepolisian untuk meningkatkan pelayanan yang disebut dengan quick wins. Bahasa Indonesianya kira-kira apa ya..?, yang mudah diketahui oleh masyarakat? Apakah itu program jangka pendek atau program unggulan cari yang bagus,”.

Bahkan, SBY juga meminta Polri untuk mencari ahli bahasa agar program itu mudah diingat oleh masyarakat.“Kalau perlu konsultasi dengan ahli bahasa. Temukan istilah yang cespleng, yang jos, bahasa Indonesia,” imbuh SBY. Presiden SBY menjelaskan, yang dimaksud quick wins yakni polisi harus merespons dengan cepat terhadap tindakan kejahatan dan keluhan masyarakat serta pelayanan terhadap masyarakat. dalam kesempatan ini SBY juga meminta kepolisian untuk lebih transparan terutama dalam penyidikan suatu kasus. ( dilansir dari siarang langsung TV Indosiar pada hari Jumat tanggal 30 Januari 2009 ).

1.Arti harafiah Remunerasi
GABUNGAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM
PERSPEKTIF KUHP DAN HUKUM ISLAM
(Sebuah Studi Komparatif)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap individu tidak bisa hidup dalam keterpencilan sama sekali selama-lamanya. Manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk bertahan hidup dan hidup sebagai manusia. Sifat saling tergantung ini menghasilkan bentuk kerjasama tertentu yang bersifat ajeg dan menghasilkan bentuk masyarakat tertentu. Manusia adalah makhluk sosial, itu hampir tidak diragukan lagi. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tersebut maka masing-masing individu memiliki kepentingan-kepentingan yang terwujud dalam bentuk kerjasama bahkan sebaliknya dapat menimbulkan pertentangan-pertentangan.

Tatanan masyarakat pada umumnya diatur oleh sebuah undang-undang atau peraturan yang menjadi pedoman dalam bertindak dan bertingkah laku yang terwujud dalam perintah dan larangan. Namun demikian nampaknya perintah dan larangan saja tidak cukup untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk, maka dari itu diperlukan adanya norma-norma seperti norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan juga norma hukum.

Adanya norma-norma yang mengatur dan membatasi kebebasan bersikap dan bertindak individu pada masyarakat merupakan perwujudan perlindungan masyarakat pada warganya dalam pergaulan hidup bersama. Norma-norma ataupun aturan tersebut kemudian dikenal dengan hukum, yaitu satuan ketentuan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur tata tertib masyarakat sehingga bagi siapapun yang melanggar tata tertib tersebut maka akan dijatuhi hukuman sebagaimana ketentuan yang ada.

Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan di dunia ini ada seiring dengan perkembangan manusia, kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Di satu sisi manusia ingin hidup secara tentram, damai, tertib dan berkeadilan, artinya tidak diganggu oleh hal-hal yang mengandung unsur kejahatan. Upaya untuk meminimalkan tingkat kejahatan pun terus dilakukan, baik yang bersifat preventif maupun represif, yang bersifat preventif misalnya dengan dikeluarkannya peraturan dan undang-undang. Sedangkan yang bersifat represif yaitu adanya hukuman-hukuman terhadap pihak-pihak yang telah melakukan kejahatan ataupun pelanggaran.