ADA APA DENGAN YUYUN

 

KAJIAN AKADEMIK : HIGH ORDER THINKING 



Indonesia kembali sakit hati, apalagi orang-orang yang percaya dan optimis terhadap system pendidikan dan system hukum di Indonesia. Bagaimana tidak sakit hati, seorang gadis sekolah (Yuyun) telah diperkosa dan dibunuh dengan cara diikat kaki tangannya, kemudian dibuang ke jurang dan ditemukan jenazahnya tanpa busana. Kehormatan dan jiwanya dirampas oleh 14 orang yang tengah mabuk alkohol.
Yuyun, adalah salah satu korban dari ribuan kasus perkosaan atau pelecehan. Tercatat di media online Komnas perempuan, pada tahun 2016 terjadi 2.399 Kasus Perkosaan, 601 Kasus Pencabulan dan 166 Kasus Pelecehan seksual di Indonesia. Angka fantastis untuk Negara yang memiliki Ideologi yang Mendasar pada setiap ranah kehidupan bangsa, dan jauh dari perkiraan akal pikiran dan hati nurani kita sebagai Bangsa yang mengaku ber-kemanusiaan yang adil dan beradab.

Luruskan Persepsi

Berbagai interpretasi Kasus Yuyun menghasilkan gejolak baru di berbagai ranah. Ranah Pendidikan, ranah Ekonomi, ranah Sosial, ranah Budaya, ranah Hukum dan lainnya. Terkadang di beberapa analisa hanya mampu mengkaitkan satu ranah dengan ranah lainnya, ada pula yang hanya bisa memberikan hasil analisa “Kambing Hitam” atau hanya saling menyalahkan satu atau dua ranah saja.
Perlu dipahami, untuk menjaga unsur objektivitas dalam penilaian maka pada kasus perkosaan ini kita harus mengetahui bahwa kasus perkosaan bukan hanya Wanita yang menjadi Korban, dan Pria menjadi Pelaku. Pelaku dan korban bisa saja terjadi terbalik. Begitu pula dalam proses pelecehan atau kekerasan seksual, yang tidak menuntut kemungkinan seorang korban pelecehan seksual menjadi pelaku di waktu yang berbeda. Hal ini penting diluruskan untuk meminimalisir pembiasan dan objektivitas analisa sebuah kasus pelecehan.
Selain itu, arti dari pelecehan seksual atau perkosaan mengandung arti memiliki sebuah paksaan, dimana satu pihak dipaksa dan pihak lainnya memaksa. Artinya terjadi perbedaan mendasar yang membedakan pemerkosaan dan aktivitas seksual (seperti Suami Isteri) yakni perbedaan pada rasa saling untuk ingin melakukan. Jika satu pihak dipaksa oleh pihak lain, maka telah terjadi perampasan hak. Hal inilah yang seharusnya dipertegas untuk dijadikan batasan dalam mengkaji sebuah permasalahan yang harus diatasi dan atau diselesaikan, bukan terfokus pada peristiwa seksualnya saja. Karena peristiwa seksual banyak terungkap dengan berbagai modus dan motif.
           

Kajian Demografi

Penyebab terjadinya migrasi, adalah dengan adanya pull factor (faktor penarik) dan push factor (faktor pendorong). Di masa lalu, pull factor dan push factor menjadi garapan pemerintah pusat untuk membuat sebagian masyarakat di Jakarta untuk transmigrasi ke daerah lain yang lebih sedikit jumlah penduduknya.
Pada peristiwa transmigrasi tersebut terindikasi faktor pendorongnya adalah kemiskinan, kurangnya lapangan pekerjaan yang sesuai keahlian, persaingan hidup yang lebih ketat. Sedangkan faktor penariknya adalah disiapkannya lahan garapan dan modal dari pemerintah, kondisi persaingan yang longgar dan juga udara pedesaan yang membuat hidup lebih sehat. Karena berhasil mendefinisikan faktor penarik dan pendorong pada kebijakan Transmigrasi tersebut, secara general program transmigrasi pemerintah tersebut dinilai sukses dilaksanakan.
Dengan mengadopsi teori tersebut, kita dapat menarik kesimpulan ataupun sekedar hipotesa bahwa perilaku manusia dapat diprediksi (bahkan lebih jauh dapat diatur) apabila faktor penarik dan pendorong ini dijadikan referensi. Dengan kata lain, peningkatan faktor penarik dan pendorong, akan mempengaruhi perilaku manusia dengan aturan yang telah diinstruksikan padanya. Sedangkan dengan mengurangi faktor penarik dan pendorongnya, maka perilaku manusia akan menjauhi/meninggalkan perintah tersebut.
Kajian teori tersebut bisa dijadikan dasar analisa munculnya kasus perkosaan, atau pelecehan seksual. Sehingga dengannya, mampu menghasilkan pertanyaan penelitian baru yang bisa dijadikan bahan kajian dari berbagai ranah, baik ranah Pendidikan, ranah Ekonomi, ranah Sosial, ranah Budaya, ranah Hukum dan lainnya.
           

Bagaimana Kebijakan Saat Ini

Hasil Kajian Teori dan atau konsep di atas, dapat teridentifikasi faktor penarik dan faktor pendorong secara utuh, sehingga dengannya akan mampu meminimalisir kekerasan seksual. Me-minimalisir kekerasan seksual tersebut jelas harus disikapi oleh berbagai pihak yang berkepentingan, terlebih pada Pemerintah sebagai Pelayan Masyarakat yang harus menjamin keselamatan warganya dengan memproduksi aturan hukum yang benar-benar menjamin warganya. Konsep Push dan Pull seyogyanya menjadi dasar pengambil kebijakan pemerintah untuk menjamin aturan hukum yang diberlakukan benar-benar memenuhi kaidah ”jera”, sehingga tidak ada kesempatan keinginan untuk melakukan kejahatan tersebut.
Belum lagi jika kajian ini sudah masuk pada ranah alkohol, yang teridentifikasi sebagai salah satu faktor pendorong dari adanya ketidaksadaran diri untuk melakukan berbagai kejahatan. Tak disadari pula tata busana yang lazim digunakan oleh kaum hawa menjadi faktor penarik, apalagi hingga saat ini belum ada aturan pusat yang mengatur hal tersebut.
Kajian faktor penarik dan faktor pendorong tidak terbatas hanya minuman beralkohol dan cara berpakaian saja. Masih variabel lain yang dapat diidentifikasi alasan seseorang melakukan tindak kekerasan seksual. Variabel geografis, budaya, dan jaman memiliki kekhasan faktor penarik dan faktor pendorongnya tersendiri. Kekhasan-kekhasan tersebut yang harus dipetakan untuk mendapatkan hasil yang kajian yang menghasilkan solusi yang efektif.
***
Dari latar belakang permasalahan yang diungkap di atas, Nampak indikator efektifitas sebuah undang-undang belum mampu menjamin warganya. Seyogyanya, semua praktisi di semua ranah (pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dll) mampu bersama-sama berpikir untuk tidak lagi “doing the same thing over and over again and expecting different results”, kata Einstein puluhan tahun yang lampau yang memiliki arti agar kita terus berpikir dan mendapatkan inovasi yang bersifat preventif.
Lalu, peran kita di dunia pendidikan harus seperti apa ? HIGH ORDER THINKING !

Share this

0 Comment to "ADA APA DENGAN YUYUN"

Posting Komentar