INGIN MINYAK SAJA HARUS PERANG !!

 
Intervensi Militer Sekutu (Prancis, Inggris dan Amerika Serikat) ke Libya sudah diperkirakan. Tapi, ketika intervensi itu betul-betul dilakukan (dimulai 20 Maret 2011), tidak sedikit orang terperangah. Apapun pertimbangannya, penggunaan kekuatan militer selalu memunculkan kekhawatiran akan jatuhnya korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. 
 
Serangan sekutu ke Libya yang didasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1973 itu menambah panjang ‘deret hitung’ agresi Barat ke negara berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dua dasa warsa terakhir. Awal 1991 Sekutu pimpinan AS menyerang Irak guna memaksa mundur pasukan Saddam Hussein dari Kuwait. Lalu, November 1994 sekutu di bawah koordinasi NATO (North Atlantic Treaty Organization) menghajar Serbia untuk menghentikan praktik ethnic cleansing (pembasmian etnis) oleh militer Serbia atas penduduk muslim Bosnia Herzegovina. Kemudian, Oktober 2001 pasukan sekutu menyerbu Afghanistan untuk menggusur pemerintahan Taliban pimpinan Mullah Omar. Dan, pada 20 Maret 2003 tentara sekutu (kembali) menggempur Irak guna mendongkel Saddam Hussein dari singgasana kekuasaan. Motif politik dan ekonomi mengiringi intervensi sekutu ke negara-negara itu.
 
Lantas, adakah kesamaan motif intervensi sekutu ke Libya kini dengan serangan sekutu ke Irak, Serbia maupun Afghanistan?

Motif intervensi sekutu ke Libya  kurang lebih sama dengan motif sekutu saat menyerbu Irak, Serbia maupun Afghanistan. Motif politik dan ekonomi menyatu mengiringi serbuan sekutu ke Libya.
Motif politik mewujud pada geostrategi Barat mendukung penuh gerakan perlawanan oposisi prodemokrasi menentang pemerintahan otoriter Muammar Khadafi. Sejak awal krisis Libya muncul para pemimpin Barat tanpa basa-basi meminta Khadafi mau bersikap positif dengan mundur dari kursi kepemimpinan negara sebagaimana dituntut oposisi prodemokrasi. Namun, kenyataannya Khadafi tak menuruti tuntutan oposisi yang di-backup Barat itu. Malah, dia yang sudah 41 tahun lebih berkuasa itu bersumpah untuk mempertahankan kekuasaannya sampai tetes darah terakhir.
 
Dan, sumpahnya itu dia buktikan dengan memobilisasi segenap loyalisnya (termasuk tentara asing yang dia sewa) untuk memerangi kelompok oposisi. Hasilnya, meski awalnya tertatih, namun beberapa hari terakhir pasukan pro-Khadafi meraih kemenangan gemilang di medan tempur di banyak wilayah. Pasukan oposisi terdesak hingga tinggal mengontrol satu kota saja: Benghazi. Itupun kondisinya sudah  genting karena sudah dikepung dari segala arah oleh pasukan pendukung Khadafi.
 
Barat tidak mau oposisi prodemokrasi di Libya kalah. Sebab, jika kalah bisa menimbulkan preseden buruk berupa berlanjutnya kekuasaan status quo antidemokrasi dibawah Khadafi. Kalau ini terjadi, gaya dan cara Khadafi mempertahankan kekuasaannya tidak menutup kemungkinan ditiru rezim-rezim otoriter lain di Dunia Arab dan Timur Tengah (Timteng) umumnya. Hal ini pada gilirannya dapat menghambat laju ‘proyek demokratisasi Barat’ di Dunia Arab dan Timteng. Bagi Barat, hal tersebut tidak boleh terjadi.
 
Oleh sebab itu, Barat (sekutu) yang sudah sejak awal Maret lalu menempatkan armada militernya secara penuh di Laut Tengah mesti cepat bertindak menyelamatkan oposisi prodemokrasi di Libya dengan cara menyerang posisi-posisi strategis pasukan loyalis Khadafi. Dan, serangan yang sudah dimulai akhir pekan lalu itu tampak akan berlanjut sampai diperoleh kepastian kubu Khadafi benar-benar kalah.
 
Sementara itu, tidak dipungkiri motif ekonomi juga menyertai agresi sekutu ke Libya lantaran negeri berluas wilayah 1,75 juta kilo meter persegi yang terbagi 22 provinsi itu dikenal sebagai negeri kaya minyak dan gas (migas). Libya merupakan lumbung migas terbesar di Benua Afrika. Cadangan minyak yang masih tersimpan di perut bumi Libya mencapai 42 miliar barel, sedangkan cadangan gasnya mencapai lebih dari 1,3 triliun meter kubik. Menurut Libyan National Oil Coorperation (LINOC), pemerintah Libya sejauh ini baru mengeksplorasi 25 persen dari total sumber cadangan migas. Dengan kekayaan migas seperti itu, Libya mengukuhkan diri sebagai produsen migas terbesar sembilan dunia. 
Sekutu tentu tidak ingin melewatkan kesempatan sedikitpun untuk mendapatkan akses bisnis atas sumber-sumber migas di Libya tadi. Itu sebabnya, intervensi sekutu ke Libya untuk mendukung kubu oposisi prodemokrasi dapat dibaca sebagai momentum terbaik bagi sekutu untuk mendapatkan akses bisnis tersebut.  
Meski disadari, untuk itu tidaklah mudah lantaran Khadafi bersama para loyalisnya bertekad melawan habis-habisan (hingga tetes darah penghabisan) atas intervensi sekutu yang sudah merenggut korban jiwa manusia cukup banyak itu. 

Terlepas dari berbagai motif dan siapa yang salah dari terjadinya "Kekacauan di Muka Bumi" tersebut, yang diperkirakan oleh para Ahli, kita terlebih harus lebih sadar sebagai insan Pemeluk Agama. Bagaimana Kekuasaan Tuhan Yang Maha Segalanya, telah memberikan cobaan kepada Negara Maju (Jepang) dengan mengeluarkan "sedikit" kekuatannya berupa TSUNAMI.

Hal (Tsunami) tersebut seharusnya menjadi pelajaran untuk kita, bagaimana seharusnya kita menghargai semua "Makhluk" di atas muka bumi. Bukan menjadi Bangga (para sekutu) karena tidak merasakan Tsunami menghancurkan negaranya.

Betapa kecilnya tenaga dan pikiran Manusia, dibanding dengan Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Walau "mereka" berkoalisi untuk saling menghancurkan !!
atau MEREKA menantang KEKUASAAN TUHAN ??
 
Marilah bersama-sama berdo'a dan menjunjung tinggi Kedamaian untuk Kemashlahatan Alam Semesta.
"RESOLUSI" !! lebih Ringan daripada REBUILDING !!

Share this

0 Comment to "INGIN MINYAK SAJA HARUS PERANG !!"

Posting Komentar