STIGMA SOSIAL DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI

Di awal tahun 2012 ini, angka kepercayaan masyarakat terhadap semua unsur pemerintahan semakin menurun. Hal tersebut diindikasikan karena banyaknya temuan yang sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap kehadiran wakil rakyat, baik daerah maupun pusat.
Tak usah kita memperhatikan kasus-kasus yang lebih Makro, coba perhatikan sedikit kasus-kasus di bawah ini, kasus-kasus yang "ngeri tapi lucu" telah terkuak di permukaan peradilan Nasional kita, coba kita ulas sedikit, diantaranya :

Pengadilan Negeri (PN) Palu menyatakan AAL (15) mela­kukan pencurian sandal milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap. Setelah sebelumnya AAL dipukuli dan dipaksa mengakui perbuatannya oleh polisi.

Samsu (39), dituduh mencuri celana dalam dan BH mantan kekasihnya, Dede Juwitawati. Atas tuduhan itu, Samsu mendekam di Rutan Cipinang dan sedang menjalani proses pengadilan.

Seorang kakek yang sudah berkurang pendengaranya, Ra­wi (66), warga Dusun Seng­kang, Desa Talle, Kecamatan Sin­jai Selatan, Kabupaten Sin­jai, Sulawesi Selatan, terancam dihukum 5 tahun bui. Rawi di­dakwa di Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena mencuri se­genggam merica. "Kasus pencurian ini tetap akan dipidanakan dengan an­caman maksimal lima tahun penjara, selanjutnya terserah Majelis Hakim untuk menimbang kasus ini, " ujar JPU Wan­to Hariyanto.

Anak yatim piatu, FN (16) dituntut 2 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang Pengadilan Ne­geri (PN) Soe, Timor Tengah Selatan. Dia didakwa mencuri 8 bunga adenium milik orang tua angkatnya, Sonya Ully.
FN sendiri telah merasakan dinginnya sel tahanan selama 40 hari. Dia dijebloskan di penjara sejak diadukan ke polisi 21 November 2011 silam. Pe­nangguhan penahanan baru dikabulkan 8 Januari kemarin setelah ada desakan dari seluruh elemen masyarakat. Kasus masih berlangsung di PN Soe.
Kisah duka Amar bermula pada 11 Juli 2011 saat dia lewat di depan rumah Fenly M Tumbuun di Jl Kayu Manis VI, Matraman, Jakarta Timur. Anjing milik Fenly menyalak, membuat Amar terkesiap dan refleks menendang pintu pagar Fenly. Fenly tak terima dengan sikap Amar sehingga terjadi cekcok. Pukulan benda tumpul mengenai Amar.
Amar yang kemudian buta akibat pukulan itu, melapor ke polisi dengan tuduhan penganiayaan. Fenly dijatuhi vonis 2,5 tahun penjara oleh PN Jaktim.

PN Denpasar memvonis bocah DW (15) bersalah menjambret Rp 1.000. Namun, ia tak menjalani hukuman penjara melainkan dikembalikan ke orang tuanya.
Dengan putusan tersebut, DW tak akan menjalani hukuman penjara pasca putusan tersebut. Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU Ni Wayan Erawati Susina selama tujuh bulan penjara.
Usai dibebaskan dari hukuman penjara, DW akan kembali melanjutkan sekolah yang sempat terbengkalai karena kasus tersebut.
Mengapa hal tersebut terjadi? Apa yang salah dengan kita sebagai Manusia yang sudah jelas kita memiliki Akal untuk berpikir dan hati untuk berperasaan. Sehingga jelas untuk kita sebagai manusia untuk bisa "Berpikir terhadap Perasaan" dan "Berperasaan terhadap Pikiran".

Kita ketahui, Nusantara kita memiliki kebudayaan yang majemuk, dari mulai kebudayaan yang menonjolkan lemah lembutnya pemikiran dan sikap, hingga kebudayaan yang menonjolkan sangat keras dalam menghadapi kehidupan.

Namun, dari majemuknya pola pikir manusia Indonesia, tidak harus menutup diri terhadap Pola Pikir dan Hati terhadap Dogma-Dogma yang pasti sudah pekat pada perasaan & pikiran setiap individu.
Apakah itu yang menyebabkan semua kekacauan terjadi?

Coba perhatikan para korban tindak pidana yang selalu merengek meminta keadilan. Dimana keadilan itu? Siapa yang bisa adil? Apa yang menjadi pedoman untuk berlaku adil?

Apakah keadilan bisa terlahir dari resep-resep Akal & pikiran manusia saja?
Lalu, sejauh mana Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kita mengatur dan memberikan Keadilan terhadap Masyarakat Indonesia yang setiap hari Senin selalu melaksanakan Upacara penghormatan Simbol Kemerdekaan bangsa kita?

Untuk anda ahli hukum, perhatikan Teori Resepsi yang kita anut dari Belanda, sebagai Negara yang menerapkan KUHP di Nusantara kita ?
Sesuaikah aspek Sosial-nya?
Sesuaikah aspek Ekonomi-nya?
Sesuaikah aspek Budaya-nya?Sesuaikah aspek Pendidikan-nya?

Dengan penuh rasa Hormat dan Rasa Nasionalisme, kita junjung tinggi rasa keadilan dan penghormatan terhadap Bangsa Indonesia yang makmur akan Kemajemukan Budayanya, agar segera membenahi diri kita sendiri (instrospeksi) untuk Kebangkitan Bangsa dan Negara dalam menghadapi GLOBALISASI.
Wallahu'alambilqur'anilkarim..

Share this

0 Comment to "STIGMA SOSIAL DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI"

Posting Komentar