Assalamualaikum wr. wb.
Hadirin jamaah yang berbahagia,
Paling tidak ada empat kategori makhluk Allah Swt di planet bumi ini, yaitu makhluk beku/mati, makhluk tumbuh-tumbuhan, makhluk hewan, dan makhluk manusia. Makhluk manusia menurut al Quran dinyatakan sebagai “sebaik-baik bentuk makhluk” (QS At-Tin, 95: 4) dalam arti memiliki beberapa keistimewaan kalau dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya , demikian menurut pakar bahasa al Quran, Ar- Raghib al-Asfahany.
We have certainly created man in the best of stature; Kami telah menciptakan Manusia sebaik2nya.
Apa yang menjadi ciri keistimewaan manusia? Ciri keistimewaanya antara lain manusia dianugerahi kemampuan berfikir dan kepekaan berperasaan, baik berperasaan secara kejiwaan (seperti rasa gembira, sedih, bahagia, sedih dan sebagainya) atau secara kerohanian (merasa bersyukur, istiqomah, kepasrahan dan sebagainya).
Sungguhpun begitu, justru nikmat berfikir dan nikmat berperasaan secara kejiwaan diatas sering dipakai manusia secara kontraproduktif. Kenikmatan-kenikmatan tersebut tidak memperbesar “perasaan kerohaniannya”-nya, justru sering kenikmatan-kenikmatan tersebut mengkooptasi, menguasai, mengaburkan kebeningan perasaan kerohaniannya. Dalam bahasa agama disebut dengan istilah “lupa”, terutama terhadap hal-hal yang bersifat prinsip. Itulah sebabnya dalam al Quran manusia tersebut disebut dengan istilah “insan”, yakni makhluk yang mudah sekali “lupa”.
Hadirin jamaah yang dimuliakan Allah,
Kecenderungan manusia untuk suka “lupa” inilah yang terus menerus untuk dihindarkan terus melekat dalam diri manusia. Bahwa teman audiensi yang paling autentik dan abadi bagi manusia adalah tuhan, yaitu Allah Swt. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan Allah diusahakan secara terus menerus dijaga kelestariannya, agar dengan cara seperti itu hubungan antara manusia dengan manusia terutama menjadi harmonis (QS Ali Imran, 3: 112), dan melebarnya hubungan diantara manusia dengan lingkungan hidupnya, baik yang bersifat biotik (makhluk hidup) atau abiotik (makhluk mati).
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.
Ada tiga kesadaran yang merupakan prinsip dalam hidup yang tidak boleh sama sekali dilupakan, yaitu: kesadaran kodrat, kesadaran pasang surut kepemilikan, dan kesadaran menjalani proses. Tiga prinsip kesadaran yang harus terus-menerus diingat manusia ini, terus menerus digelitik Allah Swt lewat dua ujian dan satu cobaan, yakni: musibah, bala’ dan fitnah.
Hadirin jamaah yang terhormat,
Pertama, musibah. Terlalu sering terjadi dalam kehidupan manusia ini manusia lupa pada hal-hal yang bersifat kodrat (ketentuan pasti) dari Allah Swt, yaitu: realitas kelahiran yang dialami oleh setiap pribadi manusia, sakit, tua, dan mati. Realitas kelahiran misalnya sempurna-kurang sempurna ketubuhan, jenis kelamin, warna kulit, ayah-ibu, nasab, tempat lahir dan sebagainya. Ini semua sudah kodrat. Sakit, misalnya karena kemasukan penyakit (bakteri, baksil, virus) atau karena keausan tubuh, juga adalah kodrat. Tua, yang berarti berusia tinggi dan semua fungsi tubuh mulai menurun, juga kodrat yang tidak dapat dilawan. Mati, apalagi, sudah pasti merupakan kodrat yang sama sekali tidak dapat dilawan. Maka, apa yang disebut “musibah” adalah untuk membangkitkan ingatan tentang perlunya kesadaran terhadap hukum kodrat, yang mau tak mau, suka tidak suka, seuang tidak seuang harus mengakui akan datangnya hukum kodrat itu. Sikap yang paling tepat ataupun proporsional adalah kepasarahan kepada Allah Swt (QS Al Baqarah, 2: 156). Jadi, “musibah” adalah ujian agar manusia ingat selalu pada hukum kodrat.
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".
Hadirin yang dirahmati Allah,
Kedua, bala’. Terlalu sering pula kita mendengar dalam kehidupan sehari-hari, ada yang terlalu sering mengeluh karena kepemilikannya merasa terganggu, misalnya keuntungan dagang gagal diraih, menyusutnya kekayaan dan sebagainya. Sementara itu dalil hidup menyatakan bahwa: kepemilikan itu pasang-surut/ naik turun. Tapi, keinginan hati terus menerus secara konstan bertambah dan sedikitpun tak mau mengakui bahwa sebenarnya ada kemungkinan terjadi penurunan jumlah. Untuk mengingatkan dalil pasang surut kepemilikan ini, Allah Swt lalu menurunkan “bala’ ”. Dalam bala tersebut terkandung dua kata kunci, yaitu: sedikit(syai’) dan berkurang (naqsun) (QS Al Baqarah, 2: 155).
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Bala’ dan musibah dalam surat al Baqarah ayat 155 dan ayat 156 dituliskan secara berurutan, bahwa hal ini menandakan pasang surutnya pemilikan dan hal itu menyadarkan perlunya mengingat hukum kodrat yang disikapi dengan kepasarahan secara tepat dan proporsional. Jadi, bala’ adalah ujian agar manusia selalu ingat pada hukum psang surut kepemilikan, tidak ada kepemilikan yang bersifat konstan.
Hadirin jamaah yang senantiasa dalam lindungan Allah,
Ketiga, fitnah. Bahwa tak da seorang pun manusia yang lahir di dunia yang fana ini, termasuk para nabi dan rosul yang bisa terbebas dari lorong perjalanan proses. Begitu manusia tercipta dan lahir ke alam dunia, maka sejak itulah perjalanan proses secara terus menerus sampai ajal tiba. Dalam proses tersebut ada dinamika, gelombang pasang dan gelombang surut. Inilah yang disebut al Quran sebagai “cobaan” dan dalam al Quran disebut dengan istilah “fitnah”. Pada hakikatnya, yang dituju cobaan atau fitnah itu adalah keteguhan/daya tahan usaha.
Dalam al Quran diilustrasikan usaha yang selalu bersambung-sambung tidak pernah terputus adalah ketika seseorang menghadapi dua hal, yaitu: harta kekayaan (amwal) dan anak (awlad) (QS Al Anfal, 8: 28).
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.
Dalam menghadapi harta dan anak, tidak pernah ada kata jeda. Terus menerus, sambung menyambung. Maka dalam jalinan kesinambungan itulah fitnah atau cobaan mencoba untuk mengganggu, seperti menghlang-halangi, menjegal, merekayasa, dan sebagainya. Karena itu, perlu ketahanan usaha. Itulah resiko kalau seseorang menghadapi lorong perjalanan proses.
Hadirin jamaah yang senantiasa diridhoi Allah,
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita mengerti bahwa musibah, bala’, dan fitnah pada hakikatnya adalah untuk menggugah kesadaran kita terhadap “hukum kodrat”, hukum “pasang surut kepemilikan”, dan “hukum perjalanan proses” yang sering kita lupakan disebabkan kita dikurung oleh kenikmatan-kenikmatan yang menjebak kita, kesuksesan-kesuksesan yang menenggelamkan kita, dan kesibukan-kesibukan yang mengepung kita tak ada habis-habisnya.
Mudah-mudahan kita tetap tinggi kesadaran kita ketika menghadapi musibah, bala’, dan fitnah. Ammin ya Robbal Alamin.
0 Comment to "INDAHNYA DUA UJIAN, SATU COBAAN DARI ALLAH SWT"
Posting Komentar