Ibadah Sholat Ied |
Ketika
hari raya, baik idul fitri maupun idul adha, terjadi pada hari Jum’at,
maka berarti dua hari raya telah berhimpun dan berkumpul pada satu hari,
yakni hari raya tahunan dan hari raya pekanan. Nah ketika itu terjadi,
seperti pada idul fitri sebentar lagi yang diprediksi kuat sekali
insyaallah akan terjadi serempak pada hari Jum’at tanggal 17 Juli 2015,
lalu apa yang harus atau boleh kita lakukan? Apakah disamping shalat Id,
kitapun tetap wajib menghadiri shalat Jum’at pula? Ataukah shalat
Jum’at hanya wajib bagi yang tidak ikut shalat Id paginya ? Dan bagi
yang telah menghadiri shalat Id, apakah ia tetap wajib mengerjakan
shalat dzuhur, ataukah kewajiban dzuhurpun sekaligus ikut gugur? Untuk
menjawab semua pertanyaan tersebut, mari kita cermati beberapa riwayat
berikut ini:
1. Sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra. bertanya
kepada sahabat Zaid bin Arqam: Apakah Engkau pernah bersama Rasulullah
SAW menyaksikan terjadinya dua hari raya dalam satu hari? Jawab Zaid:
Ya, pernah. Lalu apa yang Beliau lakukan?, tanya Mu’awiyah lagi. Zaid
menjelaskan bahwa, Beliau (Rasulullah SAW) mengerjakan shalat Id, lalu
memberikan rukhshah (keringanan) dalam hal shalat Jum’at, seraya
bersabda: “Siapa yang ingin tetap shalat Jum’at, maka silakan ikut
hadir” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah, Ad-Darimi dan
Al-Hakim).
2. Hadits Abu Hurairah ra: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari
raya (yakni Idul Fitri dan hari Jum’at). Siapa yang ingin, maka (shalat
Id-nya) telah cukup baginya sebagai pengganti shalat Jum’at. Namun kami
akan tetap mengadakannya” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim,
Al-Baihaqi, dan lain-lain).
3. Hadits Ibnu Umar ra, dimana beliau
berkata: Pernah terjadi bertemunya dua hari raya (hari raya Idul Fitri
dan hari raya Jum’at) pada masa Rasulullah SAW. Maka Beliaupun
mengadakan shalat Id bersama kaum muslimin, lalu bersabda: “Siapa yang
ingin tetap ikut shalat Jum’at, maka silakan hadir, dan siapa yang
memilih tidak ikut, juga tidak mengapa” (HR. Ibnu Majah dan
Ath-Thabrani).
4. Hadits Ibnu Abbas ra. riwayat Ibnu Majah, dengan makna dan teks yang hampir sama dengan hadits Ibnu Umar diatas.
5.
Dari ‘Atha’ bin Abi Rabah, beliau berkata: Ibnu Az-Zubair ra. pernah
shalat Id bersama kami pada hari Jum’at, di pagi hari. Lalu kami pergi
lagi untuk shalat Jum’at, namun beliau (Ibnu Az-Zubair yang menjadi
khalifah saat itu) justru tidak keluar ke masjid. Sehingga kamipun
shalat sendiri (maksudnya shalat berjamaah Jum’at tanpa kehadiran sang
khalifah). Saat itu Ibnu Abbas ra. sedang berada di Thaif. Dan begitu
tiba, kamipun menceritakan kepada beliau (tentang apa yang dilakukan
khalifah Ibnu Az-Zubair ra), lalu beliau berkomentar: Dia (Ibnu
Az-Zubair) telah sesuai dengan sunnah. (HR. Abu Dawud dan Ibnu
Khuzaimah). Di akhir teks riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan: Ibnu
Az-Zubair berkata: Aku melihat Umar bin Al-Khaththab, ketika bertemu
dua hari raya pada satu hari, beliau melakukan seperti yang aku lakukan.
6.
Terdapat beberapa riwayat lain dari praktik khalifah Utsman bin ‘Affan
ra. (HR. Al-Bukhari dan Malik dalam Al-Muwaththa’), dari praktik
khalifah Ali bin Abi Thalib ra. (HR. Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah),
dan lain-lain, dengan isi dan kandungan makna yang secara umum sama
dengan riwayat-riwayat hadits diatas.
Maka dari riwayat-riwayat hadits marfu’ dan mauquf diatas, bisa ditarik beberapa kesimpulan hukum dan sikap sebagai berikut:
1.
Siapa yang telah shalat Id, maka dirukhshahkan (diringankan) baginya
untuk tidak menghadiri shalat Jum’at, namun ia tetap wajib shalat dzuhur
di waktunya seperti hari-hari biasa. Akan tetapi lebih baik dan lebih
afdhal apabila ia memilih untuk tetap menghadiri shalat Jum’at bersama
kaum muslimin lain yang mengerjakannya.
2. Adapun bagi kaum
laki-laki yang, karena satu dan lain hal, tidak ikut shalat Id, maka
rukhshah (keringanan) soal shalat Jum’at tidak berlaku baginya. Sehingga
ia tetap wajib shalat Jum’at seperti pada hari-hari Jum’at yang lain.
Kecuali ketika ternyata tidak diadakan shalat Jum’at di masjid yang
memungkinkan baginya untuk melakukannya. Maka dalam kondisi ini, ia
cukup shalat dzuhur pada waktunya seperti biasa.
3. Wajib bagi
penanggung jawab, pengurus, takmir atau imam tetap masjid jami’ (masjid
yang biasa mengadakan shalat jum’at) untuk tetap menyelenggarakan shalat
jum’at, agar kaum muslim yang ingin, bisa mengikutinya. Demikian pula
bagi seorang khatib yang telah terikat janji untuk berkhutbah sesuai
jadwal, tentu tetap wajib memenuhi janji khutbahnya, meskipun ia telah
ikut shalat Id pada pagi harinya. Kecuali bila memang telah ada khatib
pengganti yang disepakati.
4. Sebagian ulama menyebutkan bahwa,
tidak disyariatkan adanya kumandang adzan di waktu dzuhur, pada hari
itu, kecuali adzan untuk shalat jamaah Jum'at di masjid-masjid yang
menyelenggarakannya saja. Jadi intinya tidak ada seruan adzan, pada hari
itu, untuk shalat dzuhur.
5. Pendapat yang mengatakan bahwa,
bagi yang telah shalat Id, maka gugur pulalah baginya shalat Jum’at dan
shalat dzuhur sekaligus, adalah pendapat yang marjuh (tidak kuat),
karena bersandar kepada dasar yang sangat lemah. Oleh karenanya, para
ulama sepanjang sejarah mengabaikan pendapat tersebut dan tidak
menghiraukannya.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawwal 1436.
Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga kita semua termasuk yang tercatat
dalam daftar para pemenang dan juara dengan piala taqwa yang istimewa.
Aamiin.
Oleh:
(H. Ahmad Mudzoffar Jufri)
(H. Agus Sholehuddin, LC.)
(Alamsyah Nurseha, S.Sy., M.MPd.)
0 Comment to "KETIKA JUM’AT-an DI HARI IED"
Posting Komentar